MAKALAH AGAMA ISLAM
Berperilaku Dengan Sifat –
sifat Terpuji
Taubat dan Raja’
NAMA : DWI WAHYU LESTARI
KELAS : XI – IA 3
NO ABSEN : 12
KATA PENGANTAR
Dengan
nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Segala puji dan syukur bagi
Allah swt yang dengan ridho-Nya kita dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan lancar. Sholawat dan salam tetap kami haturkan kepada junjungan kita
Nabi besar Muhammad saw dan untuk para keluarga, sahabat dan
pengikut-pengikutnya yang setia mendampingi beliau. Terima kasih kepada
keluarga teman-teman dan yang terlibat dalam pembuatan makalah ini yang dengan
do'a dan bimbingannya makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar.
Dalam
makalah ini, kami menguraikan tentang ”Berperilaku dengan Sifat-Sifat
Terpuji” terdiri dari taubat dan raja’ yang kami ambil dari berbagai
sumber, diantaranya buku dan internet. Makalah ini diharapkan bisa menambah
wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari. Kami berharap bisa
dimafaatkan semaksimal mugkin.
Tidak
gading yang tak retak, demikian pula makalah ini, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun tetap kami nantikan dan kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
SURABAYA,
NOVEMBER 2012
PENYUSUN
DAFTAR ISI
Judul
Kata
Pengantar..............................................................................................
i
Daftar
Isi........................................................................................................
ii
BAB
I PEMBAHASAN
1.
Taubat...................................................................................................
1
2.
Raja’......................................................................................................
8
BAB
II PENUTUP
1.
Kesimpulan............................................................................................
13
2.
Saran.....................................................................................................
13
Daftar Pustaka
BAB I
PEMBAHASAN
1. TAUBAT
Dalam
menjalani kehidupan, seseorang tentu harus mempersiapkan bekal untuk hari
kemudian. Bekalnya adalah iman, ilmu dan amal shaleh. Keimanan yang disertai
amal shaleh akan membawa keselamatan dan kesejahteraan, baik di dunia maupun
diakhirat. Apalagi jika ditambah dengan perilaku terpuji seperti bertaubat,
raja’ (menunjukkan sikap mengharap kerido’an Allah), optimis, dinamis, mampu
berfikir kritis, dan mampu mengendalikan diri
- Pengertian Taubat
Taubat secara
etimologis (bahasa) berasal dari kata tâba (fi’il madhi), yatûbu (fi’il
mudhari’), taubatan (mashdar), yang berarti “kembali” atau “pulang” (raja’a)
(Haqqi, 2003). Adapun secara terminologis (menurut makna syar’i), secara
ringkas Imam an-Nawawi mengatakan, taubat adalah raja’a ‘an al-itsmi (kembali
dari dosa) (Syarah Shahih Muslim, XVII/59). Dengan kata lain, taubat adalah
kembali dari meninggalkan segala perbuatan tercela (dosa) untuk melakukan
perbuatan yang terpuji (‘Atha, 1993).
Taubat
tersebut adalah suatu keniscayaan bagi manusia, sebab tidak satu pun anak
keturunan Adam AS di dunia ini yang tidak luput dari berbuat dosa. Semua
manusia, pasti pernah melakukan berdosa. Hanya para nabi dan malaikat saja yang
luput dari dosa dan maksiyat. Manusia yang baik bukan orang yang tidak berdosa,
melainkan manusia yang jika berdosa dia melakukan taubat
Artinya :
“…Sesungguhnya Allah itu menyukai orang-orang yang tobat kepada-Nya dan dia
menyukai orang-orang yang membersihkan diri.” (QS Al Baqarah : 222)
Taubat
adalah proses menyadari kesalahan yang telah diperbuat dan berupaya sekuat hati
untuk tidak melakukannya kembali atau permohonan ampun kepada Allah SWT atas
kesalahan (kekhilafan) dan atas perbuatan dosa yang telah dilakukannya
Hadis
nabi Muhammad SAW yang artinya : “Sesungguhnya Allah menerima taubat hambanya
selagi ia belum tercungak-cungak hendak mati (nyawanya berbalik-balik
dikerongkongan).” (HR Ahmad)
v Kesalahan atau kekhilafan yang dilakukan
terhadap orang lain, diantaranya seperti hal-hal berikut.
a) Tidak
memuliakan anak yatim piatu, tidak menganjurkan dan memberi makan orang miskin,
memakan harta dengan mencampuradukkan yang hak dengan yang bathil dan mencintai
harta yang berlebihan.
b) Bakhil,
merasa tidak cukup dan mendustakan pahala yang baik.
c) Mengumpat,
mencela, prasangka dan olok-olok.
d) Tidak
melaksanakan rukun Islam, terutama mendirikan salat
- Syarat-Syarat Taubat
1)
Menyesal atas segala perbuatan dosa yang pernah dilakukan.
2) Mensucikan diri dari perbuatan maksiat yang sudah dilakukan. Kerana
tidak ada artinya bertaubat jika dosa masih terus dikerjakan.
3) Bertekad dengan sungguh-sungguh bahawa tidak akan mengulanginya lagi,
selama hidup di dunia, sampai mengucapkan selamat tinggal pada dunia yang fana
ini.
- Syarat diterimanya
Taubat yaitu;
1)
Ikhlas. Artinya, taubat pelaku dosa harus ikhlas semata-mata karena
Allah, bukan karena lainnya.
2)
Menyesali dosa yang telah diperbuatnya.
3)
Meninggalkan sama sekali maksiat yang telah dilakukannya.
4) Tidak mengulangi. Artinya, seorang muslim harus bertekad tidak
mengulangi perbuatan dosa tersebut.
5) Istighfar. Yaitu memohon ampun kepada Allah atas dosa yang dilakukan
terhadap hakNya.
6)
Memenuhi hak bagi orang-orang yang berhak, atau mereka melepaskan haknya
tersebut.
7)
Waktu diterimanya taubat itu dilakukan di saat hidupnya, sebelum tiba
ajalnya. Sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam : “Sesungguhnya Allah akan
menerima taubat seorang hambaNya selama belum tercabut nyawanya.” (HR.
At-Tirmidzi, hasan).
Pada hakikatnya taubat
itulah isi ajaran Islam dan fase-fase persinggahan iman. Setiap insan selalu
membutuhkannya dalam menjalani setiap tahapan kehidupan. Maka orang yang
benar-benar berbahagia ialah yang menjadikan taubat sebagai sahabat dekat dalam
perjalanannya menuju Allah dan negeri akhirat. Sedangkan orang yang binasa
adalah yang menelantarkan dan mencampakkan taubat di belakang punggungnya.
Beberapa di antara keutamaan taubat ialah:
1)
Taubat adalah sebab untuk meraih kecintaan Allah ‘azza wa jalla.
Allah ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang suka
membersihkan diri.” (QS. Al Baqarah: 222)
2)
Taubat merupakan sebab keberuntungan.
Allah ta’ala berfirman
“Dan
bertaubatlah kepada Allah wahai semua orang yang beriman, supaya kalian
beruntung.” (QS. An Nuur: 31)
3)
Taubat menjadi sebab diterimanya amal-amal hamba dan turunnya ampunan
atas kesalahan-kesalahannya.
Allah ta’ala berfirman
“Dialah
Allah yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan Maha mengampuni berbagai
kesalahan.” (QS. Asy Syuura: 25)
Allah ta’ala juga berfirman
“Dan
barang siapa yang bertaubat dan beramal saleh maka sesungguhnya Allah akan
menerima taubatnya.” (QS. Al Furqaan: 71)
artinya taubatnya diterima
4)
Taubat merupakan sebab masuk surga dan keselamatan dari siksa neraka.
Allah ta’ala berfirman,
“Maka
sesudah mereka (nabi-nabi) datanglah suatu generasi yang menyia-nyiakan shalat
dan memperturutkan hawa nafsu, niscaya mereka itu akan dilemparkan ke dalam
kebinasaan. Kecuali orang-orang yang bertaubat di antara mereka, dan beriman
serta beramal saleh maka mereka itulah orang-orang yang akan masuk ke dalam
surga dan mereka tidaklah dianiaya barang sedikit pun.” (QS. Maryam: 59, 60)
5) Taubat adalah sebab mendapatkan ampunan dan rahmat.
Allah ta’ala berfirman,
“Dan
orang-orang yang mengerjakan dosa-dosa kemudian bertaubat sesudahnya dan
beriman maka sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengampun dan Penyayang.” (QS. Al A’raaf: 153)
6)
Taubat merupakan sebab berbagai kejelekan diganti dengan berbagai
kebaikan.
Allah ta’ala berfirman,
“Dan
barang siapa yang melakukan dosa-dosa itu niscaya dia akan menemui
pembalasannya. Akan dilipatgandakan siksa mereka pada hari kiamat dan mereka
akan kekal di dalamnya dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang
bertaubat dan beriman serta beramal saleh maka mereka itulah orang-orang yang
digantikan oleh Allah keburukan-keburukan mereka menjadi berbagai kebaikan. Dan
Allah maha pengampun lagi maha penyayang.”(QS. Al
Furqaan: 68-70)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang yang bertaubat dari suatu dosa
sebagaimana orang yang tidak berdosa.” (HR.
Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
7)
Taubat menjadi sebab untuk meraih segala macam kebaikan.
Allah ta’ala berfirman,
“Apabila
kalian bertaubat maka sesungguhnya hal itu baik bagi kalian...” (QS. At Taubah: 3)
Allah ta’ala juga berfirman,
“Maka
apabila mereka bertaubat niscaya itu menjadi kebaikan bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan
azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai
pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.” (QS. At Taubah: 74)
8) Taubat adalah sebab untuk menggapai keimanan dan pahala yang besar.
Allah ta’ala berfirman,
“Kecuali
orang-orang yang bertaubat, memperbaiki diri dan berpegang teguh dengan agama
Allah serta mengikhlaskan agama mereka untuk Allah mereka itulah yang akan
bersama dengan kaum beriman dan Allah akan memberikan kepada kaum yang beriman
pahala yang amat besar.” (QS. An Nisaa’: 146)
9) Taubat merupakan sebab turunnya barakah dari atas langit serta
bertambahnya kekuatan.
Allah ta’ala berfirman,
“Wahai
kaumku, minta ampunlah kepada Tuhan kalian kemudian bertaubatlah kepada-Nya
niscaya akan dikirimkan kepada kalian awan dengan membawa air hujan yang lebat
dan akan diberikan kekuatan tambahan kepada kalian, dan janganlah kalian
berpaling menjadi orang yang berbuat dosa.” (QS.
Huud: 52)
10)
Keutamaan taubat yang lain adalah menjadi sebab malaikat mendoakan
orang-orang yang bertaubat.
Hal ini sebagaimana difirmankan Allah ta’ala,
“Para malaikat yang membawa ‘Arsy dan malaikat
lain di sekelilingnya senantiasa bertasbih dengan memuji Tuhan mereka, mereka
beriman kepada-Nya dan memintakan ampunan bagi orang-orang yang beriman. Ya
Rabb kami, rahmat dan ilmu-Mu maha luas meliputi segala sesuatu, ampunilah
orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu serta peliharalah mereka dari
siksa neraka.” (QS.Al Mu’min: 7).
11) Keutamaan taubat yang lain adalah ia termasuk ketaatan kepada kehendak
Allah ‘azza wa jalla.
Hal ini sebagaimana difirmankan Allah ta’ala,
“Dan
Allah menghendaki untuk menerima taubat kalian, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu
berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).” (QS. An Nisaa’: 27). Maka orang yang bertaubat berarti dia adalah
orang yang telah melakukan perkara yang disenangi Allah dan diridhai-Nya.
12)
Keutamaan taubat yang lain adalah Allah bergembira dengan sebab hal itu.
Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang artinya, “Sungguh
Allah lebih bergembira dengan sebab taubat seorang hamba-Nya ketika ia mau
bertaubat kepada-Nya daripada kegembiraan seseorang dari kalian yang menaiki
hewan tunggangannya di padang luas lalu hewan itu terlepas dan membawa pergi
bekal makanan dan minumannya sehingga ia pun berputus asa lalu mendatangi
sebatang pohon dan bersandar di bawah naungannya dalam keadaan berputus asa
akibat kehilangan hewan tersebut, dalam keadaan seperti itu tiba-tiba hewan itu
sudah kembali berada di sisinya maka diambilnya tali kekangnya kemudian
mengucapkan karena saking gembiranya, ‘Ya Allah, Engkaulah hambaku dan akulah
tuhanmu’, dia salah berucap karena terlalu gembira.” (HR. Muslim)
13)
Taubat juga menjadi sebab hati menjadi bersinar dan bercahaya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: Sesungguhnya seorang hamba apabila berbuat
dosa maka di dalam hatinya ditorehkan sebuah titik hitam. Apabila dia
meninggalkannya dan beristighfar serta bertaubat maka kembali bersih hatinya.
Dan jika dia mengulanginya maka titik hitam itu akan ditambahkan padanya sampai
menjadi pekat, itulah raan yang disebutkan Allah ta’ala,
“Sekali-kali
tidak akan tetapi itulah raan yang menyelimuti hati mereka akibat apa yang
telah mereka kerjakan.” (QS. Al Muthaffifin:
14) (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan dihasankan Al Albani).
2. Raja’
A.
Pengertian Raja’
Pengertian
raja’ secara bahasa, berasal dari bahasa arab, yaitu “rojaun” yang berarti
harapan atau berharap. Raja’ yang dikehendaki oleh islam adalah mempunyai
harapan kepada Allah untuk mendapatkan ampunan-Nya, memperoleh kesejahteraan
dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat serta yang terpenting adalah mengharap
rahmat serta keridaan Allah.
Raja’
merupakan perbuatan terpuji. Raja’ dapat meningkatkan keimanan dan lebih
mendekatkan diri kepada Allah. Untuk itu, seseorang yang berharap memperoleh
rahmat dan rida Allah serta kebahagiaan di dunia dan di akhirat, tentunya akan
berusaha melakukan perbuatan yang dapat mewujudkan harapannya tersebut. Namun
jika seseorang hanya berharap saja tanpa mau berusaha, hal ini disebut
berangan-angan pada sesuatu yang mustahil atau yang disebut dengan tamammi,
yang dampaknya nanti menyebabkan seseorang berputus asa, putus harapan terhadap
rahmat dan rida Allah. Hal ini merupakan kebalikan dari sifat raja’. Oleh
karena itu, sifat putus asa ini dilarang oleh Allah SWT…
Firman Allah SWT.:
“…dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada
berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”(QS. Yusuf:87).
Orang
yang berputus asa dari rahmat Allah, berarti ia telah barprasangka buruk kepada
Allah.
Kita
selaku manusia tidak terlepas dari salah dan dosa, untuk itu kita wajib
senantiasa berharap rahmat dan ampunan Allah SWT. Sebanyak dan sebesar apapun
kesalahan dan dosa yang telah kita lakukan, kita tetap diperintahkan untuk
mengharap ampunan dari Allah SWT.
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya
akan Kuperkenankan bagimu…”(QS.Al Mu’min:60).
Kita
dilarang untuk berputus asa dalam menghadapi masalah dalam kehidupan di dunia
dan dalam mengharap ampunan dari Allah.
“katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang maha
pengampun lagi maha penyayang.”(QS. Az
Zumar:53).
Sikap
raja’ atau mengharap rahmat Allah, dalam praktiknya tentu harus berusaha dengan
sungguh-sungguh dengan mengerjakan segala yang diperintah Allah serta menjauhi
larangan-Nya, sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS.Al
Azhab:21).
Bagi
orang yang berharap ingin bertemu dengan Allah di surga, hendaknya ia beramal
saleh dan tidak mempersekutukan Allah dengan yang lainnya.
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah
ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun
dalam beribadat kepada Tuhannya.”(QS.Al
Kahfi:110).
Seseorang
yang mempunuai sifat raja’ tentu akan bersikap optimis, dinamis, selalu
berpikir kritis dan semakin sadar serta mengenal dirinya sendiri.
Raja' berarti mengharapkan sesuatu dari Allah swt. Ketika berdo’a maka
kita harus penuh harap bahwa do’a kita akan dikabul oleh Allah Swt.
1. Peranan raja'
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah mengatakan: "Ketahuilah sesungguhnya penggerak hati
menuju Allah 'azza wa jalla ada tiga: Al-Mahabbah (cinta), Al-Khauf (takut) dan
Ar-Rajaa' (harap). Yang terkuat di antara ketiganya adalah mahabbah. Sebab rasa
cinta itulah yang menjadi tujuan sebenarnya. Hal itu dikarenakan kecintaan
adalah sesuatu yang diharapkan terus ada ketika di dunia maupun di akhirat.
Berbeda dengan takut. Rasa takut itu nanti akan lenyap di akhirat (bagi orang
yang masuk surga).
Allah ta'ala
berfirman :
"Ketahuilah,
sesungguhnya para wali Allah itu tidak ada rasa takut dan sedih yang akan menyertai mereka." (QS. Yunus: 62)
Sedangkan rasa takut yang
diharapkan adalah yang bisa menahan dan mencegah supaya (hamba) tidak melenceng
dari jalan kebenaran. Adapun rasa cinta, maka itulah faktor yang akan menjaga
diri seorang hamba untuk tetap berjalan menuju sosok yang dicintai-Nya.
Langkahnya untuk terus maju meniti jalan itu tergantung pada kuat-lemahnya rasa
cinta.
2. Raja' yang terpuji
Syaikh Al 'Utsaimin
berkata: "Ketahuilah, raja' yang
terpuji hanya ada pada diri orang yang beramal taat kepada Allah dan berharap
pahala-Nya atau bertaubat dari kemaksiatannya dan berharap taubatnya diterima,
adapun raja' tanpa disertai amalan
adalah raja' yang palsu, angan-angan
belaka dan tercela." (Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 58).
3. Raja' adalah ibadah
"Orang-orang yang diseru oleh mereka itu justru mencari jalan
perantara menuju Rabb mereka siapakah di antara mereka yang bisa menjadi orang
paling dekat kepada-Nya, mereka mengharapkan rahmat-Nya dan merasa takut dari
siksa-Nya." (QS. al-Israa': 57)
Allah menceritakan kepada
kita melalui ayat yang mulia ini bahwa sesembahan yang dipuja selain Allah oleh
kaum musyrikin yaitu para malaikat dan orang-orang shalih mereka sendiri
mencari kedekatan diri kepada Allah dengan melakukan ketaatan dan ibadah,
mereka melaksanakan perintah-perintah-Nya dengan diiringi harapan terhadap
rahmat-Nya dan mereka menjauhi larangan-larangan-Nya dengan diiringi rasa takut
tertimpa azab-Nya karena setiap orang yang beriman tentu akan merasa khawatir
dan takut tertimpa hukuman-Nya
4. Raja' yang disertai dengan ketundukan dan perendahan diri
Syaikh Al 'Utsaimin
rahimahullah berkata: "Raja' yang
disertai dengan perendahan diri dan ketundukan tidak boleh ditujukan kecuali
kepada Allah 'azza wa jalla. Memalingkan raja' semacam ini kepada selain Allah adalah kesyirikan, bisa jadi syirik
ashghar dan bisa jadi syirik akbar tergantung pada isi hati orang yang berharap
itu..." (Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 58)
5. Mengendalikan
raja'
Sebagian ulama berpendapat:
"Seyogyanya harapan lebih didominasikan tatkala berbuat ketaatan dan
didominasikan takut ketika muncul keinginan berbuat maksiat." Karena
apabila dia berbuat taat maka itu berarti dia telah melakukan penyebab
tumbuhnya prasangka baik (kepada Allah) maka hendaknya dia mendominasikan harap
yaitu agar amalnya diterima. Dan apabila dia bertekad untuk bermaksiat maka
hendaknya ia mendominasikan rasa takut agar tidak terjerumus dalam perbuatan
maksiat.
Sebagian yang lain
mengatakan: "Hendaknya orang yang sehat memperbesar rasa takutnya
sedangkan orang yang sedang sakit memperbesar rasa harap." Sebabnya adalah
orang yang masih sehat apabila memperbesar rasa takutnya maka dia akan jauh
dari perbuatan maksiat. Dan orang yang sedang sakit apabila memperbesar sisi
harapnya maka dia akan berjumpa dengan Allah dalam kondisi berbaik sangka
kepada-Nya. Adapun pendapat saya sendiri dalam masalah ini adalah: hal ini berbeda-beda
tergantung kondisi yang ada. Apabila seseorang dikhawatirkan dengan lebih
condong kepada takut membuatnya berputus asa dari rahmat Allah maka hendaknya
ia segera memulihkan harapannya dan menyeimbangkannya dengan rasa harap. Pada
hakikatnya manusia itu adalah dokter bagi dirinya sendiri apabila hatinya masih
hidup. Adapun orang yang hatinya sudah mati dan tidak bisa diobati lagi serta
tidak mau memperhatikan kondisi hatinya sendiri maka yang satu ini bagaimanapun
cara yang ditempuh tetap tidak akan sembuh." (Fatawa Arkanil Islam, hal.
58-59)
B.
Dengan demikian seorang muslim yang memiliki ciri-ciri sikap Raja' adalah:
1) Dalam
berusaha seseorang akan mengawali dengan niat karena Allah.
2) Senantiasa
berfikir positif dan dinamis, memiliki pengharapan yang baik bahwa usahanya
akan berhasil, serta siap menghadapi resiko.
3)
munculnya sikap ulet, pantang menyerah dalam menghadapi cobaan.
4) Selalu
bertawakkal kepada Allah. Selalu berusaha meningkatkan diri untuk lebih baik.
5)
Memiliki sifat bersyukur kepada Allah.
C.
Manfaat dan hikmah raja :
1) Memperoleh
keridaan Allah
2)
Terhindar dari perbuatan dosa
3) Mendapatkan
kepuasan hidup
4)
Mendekatkan diri kita pada Allah S.W.T
5) Sarana
penyelesaian persoalan hidup
6) Memperoleh
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat
BAB II
PENUTUP
1. Kesimpulan
Sudah selayaknya setiap
mislim, baik laki-laki maupun perempuan bersikap dengan akhlak yang terpuji.
Diantaranya taubat dan raja’. Karena taubat adalah suatu keniscayaan bagi
manusia, sebab tidak ada satupun anak keturunan Adam AS di dunia ini yang tidak
luput dari berbuat dosa. Selain itu, seharusnyalah kita selalu raja’(berharap)
hanya kepada Allah SWT untuk mendapatkan rahmat dan rida-Nya. Karena raja’
menjadikan seseorang bersikap optimis, dinamis dan berpikir kritis.
2. Saran
Coba anda bayangkan, betapa
gembiranya anda jika tiba-tiba anda menemukan
kembali semua barang-barang anda yang hilang. Namun kegembiraan Allah lebih
besar dikala mendapati hamba-Nya yang bertaubat kepada-Nya. Dan jika, manusia
tiada lagi bertaubah kepada Allah, maka Allah akan menggantikannya
dengan kaum lain yang bertaubah kepada-Nya.
Oleh
karenanya, janganlah putus harapan atau berhenti meminta ampunan-Nya. Karena taubat amatlah
penting sehingga Nabi Muhammad SAW pun dalam sebuah hadis mengatakan,“Oh
umatku! bertaubatlah dan mintalah ampunan Allah, sesungguhnya aku meminta
ampunan Allah seratus kali setiap harinya.(”Sahih Muslim vol.4 hal.1418
no.6523).
Tiada dosa
yang terlalu besar untuk kembali bertaubah atau terlalu kecil. Janganlah
memohon ampunan kepada siapapun.“Janganlah menganggap remeh dosamu., namun
ingatlah kebesaran dari Tuhan yang telah engkau langgari perintah-Nya.”(al
Baihaqi ‘Sh’abul Iman’ (5/430).
Saya mohon izin untuk mengcopy materi tentang Roja' untuk mengerjakan tugas madrasah.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus